Sabtu, 29 Juni 2013

Helo shoulder and home

Ini bukan apa-apa.
Sebuah hubungan. Hal yang sejauh ini menurut pribadi hanya sebuah ilusi dan sekilas seperti fairy-tale gagal happy ending. Gak pernah ada yang indah.
Saat ini aku melihat. Adanya kesetiaan yang disia-siakan. Jujur aku pikir semua keterlaluan, sampai akhirnya berakhir dan ditinggalkan. Kadang aku berfikir segitu bodohnya ya. Gak pernah mikir atau memang gak punya otak? Hati? Ya. Dari sisi kaca mataku, seolah-olah keringat dan sandarannya selama ini itu..semu. Atau hanya angin lalu ya?
Tolong jangan pernah menyia-nyiakan. Usaha untuk mencari yang lain jelas gak bakal sama dengan yang rela ngelakuin apa aja. Nyawa? Mungkin itu hal paling murah. Pasti bakal dikasih. Demi satu orang, kamu..
Mencari kesempurnaan itu sama aja melubangi tempat menuju ruang gelap. Bodoh. Gak bakal pernah ada hasilnya.
Aku yakin semua akan berakhir pada penyesalan. Kerap kali penyesalan menjadi penutup kisah. Ya sejauh ini begitu adanya. Kata-kata maafnya seolah gak guna. Apalagi jika telah bertemu dengan kata terlambat, kamu akan habis..
Jangan menangis..
Jangan mengais..
Sakit itu mengikis..
Tapi realistislah

Kembalilah ke rumah. Rumahmu yang asli...

Jumat, 28 Juni 2013

Rel kereta

Menjadi rel kereta api.
Mereka terlalu kokoh untuk dibandingkan dengan si pengeluh. Tapi memang itu karena mereka punya perbedaan.
Sang rel, dimana-dimana rel kereta dibuat. Disitu juga ada serangkaian pengokoh disekitarnya. Entah itu batuan atau aspal. Lucunya, rel selalu setia. Iya. Setia pada pasangannya, batang besi dihadapannya. Mereka terikat dan diikat. Mereka selalu bergandengan menahan beban beratnya kereta yang lewat. Jelas itu luar biasa beratnya kan.
Meskipun kadang harus terkikis oleh rem sehingga menimbulkan percikan api namun alam begitu menerima mereka. Angin bertiup, hawa menyelimuti lagi dan mereka kembali dingin.
Meskipun juga mereka harus merenggang masing-masingnya karena memuai, tapi inilah perubahan. Toh juga pada ujungnya akan kembali dan tetap pada gandengan yang sama.

Si pengeluh. Memang dia gak merasakan keadaan rel. Hidupnya terlalu tertutup dan penuh egoisme. Mengertilah maka dari itu tidak ada yang mau menggandengnya. Hidupnya pun penuh unek-unek dan keluhan yang sama.

Jadilah rel, buat aku..

Lewatin aja. Jangan dibaca

Terlalu sering terjebak untuk memilih. Ibaratnya kamu sedang jadi pohon dengan ada perencanaan penebangan.
Mau ditebang pake kapak atau mesin? Kalau kapak, kamu diem. Kamu bakal membutuhkan waktu yang lebih lama dari mesin. Didalamnya ada penantian dan sakit yang berjalan lebih lama. Untuk saat ini mungkin memang memikirkan jarak waktu.. Kamu akan ngerasain *tap tap tap* step dimana bagian tubuhmu sakit, sakit dan sakit. Sampai akhirnya patah dan hilang sakitnya. Anggap aja itu udah berhasil..
Untuk yang menggunakan mesin. Kamu akan diem. Kamu nungguin memang tapi waktu yang dihabiskan lebih cepat. Sakitnya juga sakit. Tapi lebih cepat penghabisannya pada kamu, bakal sama juga nasibnya saat kamu berhasil. "oh jadi gini aja?". Waktu yang dibutuhkan saat menikmati keberhasilan sesingkat proses awal.
#ifyouknowwhatmywondermean
Jadi biarkan waktu itu berjalan. Jangan pernah buru-buru mengambil keputusan

Kamis, 27 Juni 2013

Fantasiku tentang kamu

Berkhayal soal tatanan bintang dan susunan awan sejak sore hingga malam, dan berujung bisa aku lihat secara langsung lewat batas yang dekat.
Lembutnya hembusan angin jalanan dan bentuk awan itu. Iya awan itu. Aku kerap menengadahkan kepalaku ke atas. Menatap rangkaian awan yang seolah berjalan mengikutiku pergi. Yang aku pikirkan cuma satu, itu kamu.
Tiba ditujuan.
Saat aku bisa melihat gelombang-gelombang raksasa pengaruh senja. Birunya hingga menjadi hitam. Dari ujung sebelah barat, kilauan pantulan cahaya senja itu menyapa dan berpamit kepadaku. Aku duduk diatas pasirnya. Menatap ke arah kerajaan megah, lautan. Luar biasa. Yang aku pikirkan masih sama seperti apa yang aku lihat saat aku mendongak lagi. Awan ini, masih ada disini.
Perjalanan pulang. Kami melewati tempat tergelap dan menyeramkan yang baru sekali aku lewatin. Jalanan yang hancur tanpa lampu penerangan. Inilah gua terbuka yang hebat, sukses membuatku berfikiran kesana kemari berfikir tentang tahayul kuno.
Aku lihat ke atas. Bukan diatas kepalaku, tapi disudut lain atas bukit yang lebih gelap. Awan lagi..
Aku selalu berfikir itu semua kamu. Kamu mendampingi walaupun nyatanya tetap gak ada.
Digelapnya jalan aku melihat sebaran bintang. Lagi-lagi ada awan ditengahnya~
Aku melihat dan berkhayal itu semua adalah kamu. Pandangan mata yang terpusat pada pupil, pupil itu awan dan bagian lainnya bintang.
Konyol memang fantasi ini. Tapi aku tetap tak peduli..